Wedang Ronde Mbah Payem: Hangatkan Malam Jogja

Wedang Ronde Mbah Payem: Hangatkan Malam Jogja – Ketika malam tiba dan udara Jogja mulai sejuk, aroma jahe yang khas sering tercium dari sudut-sudut kota. Itulah tanda bahwa penjual wedang ronde mulai beraksi. Dari sekian banyak penjual, Wedang Ronde Mbah Payem menjadi salah satu yang paling legendaris dan dicintai warga Jogja maupun wisatawan. Minuman tradisional ini bukan sekadar penghangat tubuh, tetapi juga bagian dari kehangatan budaya Jawa.

Sejarah dan Awal Mula Wedang Ronde Mbah Payem

Mbah Payem sudah berjualan wedang ronde sejak puluhan tahun lalu di kawasan Kauman, tidak jauh dari Malioboro. Ia mulai berjualan sejak tahun 1980-an dengan gerobak sederhana dan resep turun-temurun dari keluarganya. Keistimewaan wedang ronde buatannya terletak pada keseimbangan rasa pedas jahe, manis gula jawa, serta tekstur lembut ronde yang terbuat dari tepung ketan.

Warungnya selalu ramai oleh pelanggan setia yang datang bukan hanya karena rasa, tetapi juga karena suasana nostalgia yang dihadirkan. Suara gemericik air rebusan jahe, asap hangat yang mengepul, dan tawa pelanggan membuat warung kecil itu terasa akrab dan menenangkan.

Cita Rasa dan Keunikan Wedang Ronde

Wedang ronde Mbah Payem terdiri dari air jahe panas, potongan kolang-kaling, roti tawar, kacang tanah sangrai, dan ronde kecil berisi kacang halus. Setiap suapan memberikan sensasi hangat dan manis yang menyatu sempurna. Tidak heran, banyak wisatawan menganggap minuman ini sebagai “obat rindu” untuk malam Jogja yang dingin.

Selain rasa, Mbah Payem selalu menekankan pada kesegaran bahan. Jahe yang digunakan selalu segar, gula merah asli tanpa campuran, dan ronde dibuat setiap hari agar tidak keras. Detail kecil ini menunjukkan dedikasi terhadap kualitas dan rasa.

Nilai Budaya dan Filosofi di Balik Wedang Ronde

Wedang ronde bukan sekadar minuman, melainkan simbol kebersamaan dan keramahan orang Jawa. Di meja kecil Mbah Payem, orang-orang dari berbagai kalangan bisa duduk berdampingan, saling berbagi cerita sambil menyeruput jahe hangat. Filosofinya sederhana: kehangatan bukan hanya dari minuman, tapi juga dari hubungan antar manusia.

Tradisi minum wedang juga menggambarkan cara orang Jawa menikmati hidup dengan sederhana. Dalam setiap tegukan, ada makna tentang kesabaran, keikhlasan, dan syukur atas hal-hal kecil dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan

Wedang Ronde Mbah Payem bukan hanya sekadar kuliner, tetapi bagian dari identitas Jogja yang sarat makna. Dari resep tradisional hingga suasana khas malam kota pelajar, semuanya menyatu dalam harmoni yang hangat. Setiap kali seseorang menyeruput ronde Mbah Payem, ia seolah menikmati kehangatan hati dari kota yang tak pernah kehilangan pesonanya — Jogja yang selalu ngangenin.

Scroll to Top